*sambungan dari ....
BAB I
SEKILAS SEJARAH
KELUARGA KAROLUS WIRYOGUNO
C.
Hutan Dagangan dan Hutan
Keracil
1. Membuka Hutan Tahap I
Untuk membuka hutan yang sangat
luas, tidak bisa
dilakukan dengan menebang pohon sendiri-sendiri tanpa
perencanaan dan kerjasama. Oleh karena itu Karolus
Wiryoguno berunding dengan Ditoruno.
Pembukaan hutan Kracil dimulai dari sebelah
utara rumah Ditotruno dan seberang barat sungai Jiken untuk pemondokan dulu
selanjutnya untuk lahan sawah. Gubug-gubug dibuat dari kayu hutan, atap dari
pohon rotan. Setelah 10 hari lamanya gubug-gubug ini jadi, rombongan ini pamit
untuk pindah ke tempat yang baru.
Selanjutnya Karolus melontarkan ide kepada
Ditotruno bahwa dukuhan yang baru dibuka ini
dinamakan MOJOWARNO.
Selanjutnya Ditotruno melanjutkan membuka hutan barat sungai di sebelah Selatan, yang disebut “Mojowarno
awal”. Sedang Karolus Wiryoguno selanjutnya membuka sebelah barat sungai di
sebelah Utara, yang disebut “Mojowangi awal”. Jadi Mojowarno awal dan Mojowangi
awal lahir hampir
bersamaan.
Rencana selanjutnya, mereka membuka hutan di sebelah Timur sungai Jiken.
Meneruskan Mojowarno awal dan Mojowangi awal. Tidak lama kemudian datanglah rombongan Eliasar Pa Kunto ( guru dalang Karolus Wiryoguno ) dari Karungan, Sidoarjo sebanyak 15 orang.
Kedatangan mereka ditampung oleh Karolus Wiryoguno. Maka Eliasar Pa Kunto dipersilahkan membuka hutan sebelah Timur sungai
Jiken meneruskan pembukaan
Mojowangi awal. Selanjutnya
Karolus Wiryoguno mengembangkan tempat baru, di sebelah Utara Mojowangi, yang
bernama Mojoroto.
Dalam pengembangan baik Ditotruno maupun Eliasar Pa Kunto merasa tidak mampu melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu mereka sepakat bergabung, hanya membuka lahan Mojowarno saja. Atas usul Karolus Wiryoguno mereka dianjurkan
pulang ke daerah masing – masing, mengajak sanak saudaranya untuk membantu.
Ditotruno pulang ke Gunung Kendeng, Lamongan, sedang
Eliasar Pa Kunto pulang ke Karungan, Sidoarjo. Mereka
kembali dengan rombongan sanak familinya yang siap membantu membuka hutan.
Begitulah pada akhirnya tiga desa berdiri dan selesai
bersama – sama. Mojowarno dengan pimpinannya Ditotruno, Mojowangi dengan
pimpinannya Eliasar Pa Kunto dan Mojoroto
dengan pimpinannya Karolus Wiryoguno.
a. Proyek Jalan Besar, Bendungan
dan Saluran Irigasi
Setelah tiga buah desa (tempat pemukiman) sudah
berdiri, Mojowarno, Mojowangi dan Mojoroto. Mereka secara gotong royong,
membangun sarana pedesaan agraris. Yaitu membangun jalan raya yang
menghubungkan Ngoro – Wirosobo (Mojoagung). Pelaksanaannya dibantu oleh rakyat
Mojoagung membuat jalan arah Utara – Selatan, bertemu di desa Selorejo-Cathak Gayam ( yang sekarang menjadi desa Mojodadi ).
Selanjutnya untuk pengairan, mereka membendung sungai
Jiken (sekarang terletak di desa Mojanyar-Mojotengah). Pelaksanaannya hampir
gagal, sehingga terpaksa minta bantuan Wedana Mojoagung yang mendatangkan para
ahlinya. Sehingga terpaksa Wedana turun langsung menunggui pelaksanaannya.
Setelah bendungan dapat teratasi, dibuatlah saluran irigasi untuk mengairi
sawah desa Mojowarno, Mojowangi dan Mojoroto. Saluran irigasi tersebut disebut
“Wangan Tengah”( Saluran Air Tengah ), yaitu saluran yang
diapit oleh dua buah sungai besar.
b. Peresmian 3 Desa
oleh Pemerintah Belanda (1850)
Sesuai dengan janji Karolus Wiryoguno kepada residen
surabaya, apabila desa yang dibangun selesai, harus segera melaporkan kepada
gubernemen (pemerintah) untuk diresmikan. Oleh karena itu setelah 3 buah desa
selesai didirikan, sarana jalan, bendungan dan saluran irigasinya sudah
selesai, kendati lahan pertanian belum selesai. Dianggap cukup untuk
dilaporkan. Pertama – tama dilaporkan ke wedana Wirosobo (sekarang Mojoagung).
Sebelumnya ditinjau lebih dahulu, hal – hal yang kurang layak diperbaiki. Baru
dilaporkan ke Asisten Residen Japan( sekarang Mojokerto ), yang
kemudian diteruskan ke Residen di Surabaya. Tanggal ditetapkan, yang kemudian
diinformasikan ke Japan, Wirosobo terus ke desa Mojowarno, Mojowangi dan
Mojoroto.
Para pejabat pemerintahan saat itu datang dengan naik
kuda. Adapun Karolus Wiryoguno dengan beberapa temannya menjemput di Wirosobo (Mojoagung).
Setelah sampai di Mojoroto, maka diadakan upacara peresmian 3 buah desa
dengan sarananya. Saat itu pula ditetapkan kepala desanya masing – masing. Ditotruno
menjadi Kepada Desa Mojowarno, Eliasar Pa Kunto
menjadi Kepala Desa Mojowangi dan Karolus Wiryoguno menjadi Kepala Desa
Mojoroto. Selain dari itu Karolus Wiryoguno diangkat sebagai BAU ARIS atau koordinator para kepala desa yang bertanggung jawab langsung kepada
Wedana, karena pada saat itu belum ada Asisten Wedana.
Selanjutnya sampai dengan tahun 1874 Karolus Wiryoguno mengembangkan pembukaan hutan
Keracil dari
batas Bayem ke selatan sampai Ngares ( batas wilayah Japan / Mojokerto dan
Kediri, pada saat itu ) menjadi
27 desa yaitu
desa: Kayen, Mojotengah, Mojoanyar,
Kedungpring, Mojounggul, Kuwik,
Sumberagung, Mindi, Jabaran,
Ngares, Banyu Urip, Bulu,
Plosorejo, Kedungsuruh, Sidowayah, Mundusewu, Murangagung, Tebel, Kupang,
Kembang Tanjung, Jlopo, Larangan,
Jambangan, Latsari, Mojosari,
Kebonagung dan Sukobendu .
Bersamaan dengan itu Karolus Wiryoguno memilih orang yang dinilai cakap untuk
menjadi kepala desa seperti : Kyai Dipah
/ Gidyon di Kayen, Kyai Yerimiyah di Tebel, Pak Enggal di Kupang, Kyai
Singotruno di Mojotengah, pak Bainah di Mojotengah, Kyai Singowono di Latsari, Pak Karsono di Sidowayah dan
seterusnya.
Perluasan pembukaan hutan selanjutnya dipimpin oleh puteranya yang
bernama Musa Jebus Wiryosentono menjadi
35 desa ( tahun 1875-1899) sampai ke daerah Wonosalam / lereng gunung Anjasmoro seperti desa : Ndadi, Nglebak, Pulonasir, Jurangbang,
Pulosari, Segitik, Ngrimbi dan
Mutersari (sumber : Simsim Mestoko, 1900)
c. Lahirnya Desa: Mojojejer,
Mojodukuh dan Mojokembang (1850 – 1852)
Orang – orang Sidokare ( Sidoarjo ) lain yaitu : Paulus Tosari dan istri Ledia Gadung, Yakobus Singotruno, Pak Tega alias Simon Suryo,
Pak Kariman alias Dasiyo Yirmiyah, Pak Sampira alias Timotius, Yusibah Dariyah,
Wuryan Agustina, Pono Gidion, Kabi Naomi, Midah Martah, Bone istri Dasiyo,
Menase suami Dariyah, Ledius suami Wuryan. Setelah menerima baptisan pada tanggal 25
September 1844 di Surabaya ditampung di persil W. GUNSCH di Sidokare, Sidoarjo.
Pada tahun 1850 mereka sepakat meninggalkan
Sidokare dan bergabung dengan teman satu pemuridan yaitu Karolus Wiryoguno bersaudara.
Mereka diterima oleh Karolus Wiryoguno. Kepada mereka dipersilahkan membuka hutan sebelah Utara Mojoroto. Mereka
membuka hutan selama 2 tahun (1850 – 1851). Setelah menjadi desa, diberi nama MOJOJEJER. Kemudian diadakan pemilihan Kepala Desa, yang terpilih yaitu: Silfanus Mangunwedono,
suami Elisabeth, menantu Kabi Naomi.
Selain itu beberapa kerabat
Karolus Wiryoguno yang lain melakukan pembukaan hutan sebelah barat desa
Mojowangi dan akhirnya menjadi desa Mojodukuh yang dipimpin oleh Arteman ( suami Paulinah/ adik Karolus)
dan Mojokembang dipimpin oleh Gisek
Simson. Warga dari enam desa inilah yang menjadi warga awal jemaat
Mojowarno / induk jemaat yang juga
disebut jemaat kolonisasi.
sumber: sama seperti pada BAB I bagian A
No comments:
Post a Comment