Pages

Tuesday, March 20, 2012

BAB I
SEKILAS SEJARAH KELUARGA KAROLUS WIRYOGUNO


A.     Keluarga Abdurrasid Cokrokusumo alias Kyai Mendhung  

Alkisah keluarga pangeran Abdurrasid Cokrokusumo pada awal abad 19. Pangeran Abdurrasid adalah putera dari Sultan Cokroadiningrat ke II atau Sultan bangkalan ke II dari ibu Ratu Knoko. Karena pergolakan politik kasultanan Bangkalan pada saat itu, maka keluarga Abdurrasid memutuskan keluar dari Madura. 

Mereka menuju Surabaya dari kampung Dosermo, Jagir Wonokromo, Kedungturi, Taman dan akhirnya menetap di desa Bogem ( sekarang wilayah Sukodono, Sidoarjo). Dalam perjalannya dia berupaya tidak dikenali orang dan mengganti namanya menjadi Kyai Mendhung. Untuk memenuhi kehidupannya dia membeli perahu ( jungkung) untuk mencari ikan sampai bercocok tanam.
Karena sikap baik dan kemampuan lebihnya maka di desa Bogem dia diangkat menjadi Modin desa. Selain itu dalam melakukan pekerjaan bercocok tanam keluarga ini benar benar diberkati. Sawahnya luas serta ternaknya banyak, tak pelak maka keluarga ini menjadi keluarga yang kaya di desanya.
Isterinya adalah keturunan dari R. Haryo Pecat Tondoterung merupakan salah satu senapati Majapahit saat abad 16 an dan menjadi bupati di kabupaten Terung ( saat ini wilayah Krian, Sidoarjo ). Dia bernama Bok Hanafiah ( karan anak, karena nama putera pertamanya bernama R. Hanafiah Cokrokusumo). Bok Hanafiah setelah menjadi Kristen berganti nama menjadi ibu Dorkas Cokrokusumo. Adapun putera-puteri Kyai Mendhung yaitu : R. Hanafiah ( tinggal di Bangkalan), R.A. Kawistah ( Tabitah ), R. Paing ( Karolus Wiryoguno), R. Samodin ( Simson ), R.A. Paulinah, R. Baren ( Eliso )
Pada suatu ketika Kyai Mendhung memutuskan menikah lagi dengan seorang wanita tetangga desa Bogem yang bernama Bok Baren. Tidak lama kemudian Kyai Mendhung meninggal dunia. Dia dimakamkan di desa Kedungboto, Jatikalang, Krian, Sidoarjo. Masyarakat setempat menyebut makam tersebut dengan sebutan makam Mbah Demang. Sampai saat ini makam ini dikeramatkan dan dirawat oleh penduduk desa karena dia dianggap sesepuh desa.
(bersambung....)

sumber:

Catatan Sumber tulisan:
1.      Manuskrip, Simsim Mestoko th 1900 : “Sejarah Adegipun Pasamuan Kristen Jawi Mojowarno”
2.   Manuskrip, Simsim Mestoko th 1903: “Babading Pasamuan Ngoro”
3.   Manuskrip, Simsim Mestoko  th. 1903 : “Permulaan Orang Kristen Ngoro Menerima tanda Babtis pada tahun 1843”,  
4.   Bau Aris R. Karolus Wiryoguno, R. Hadi Wahjono th. 2007
5.   Wawancara dengan saksi yang mengenali pelaku sejarah.

No comments:

Post a Comment