BAB I
SEKILAS SEJARAH
KELUARGA KAROLUS WIRYOGUNO
A. Keluarga Abdurrasid Cokrokusumo alias Kyai Mendhung
Alkisah
keluarga pangeran Abdurrasid Cokrokusumo pada awal abad 19. Pangeran Abdurrasid
adalah putera dari Sultan Cokroadiningrat ke II atau Sultan bangkalan ke II
dari ibu Ratu Knoko. Karena pergolakan politik kasultanan Bangkalan pada saat
itu, maka keluarga Abdurrasid memutuskan keluar dari Madura.
Mereka menuju
Surabaya dari kampung Dosermo, Jagir Wonokromo, Kedungturi, Taman dan akhirnya
menetap di desa Bogem ( sekarang wilayah Sukodono, Sidoarjo). Dalam perjalannya
dia berupaya tidak dikenali orang dan mengganti namanya menjadi Kyai Mendhung.
Untuk memenuhi kehidupannya dia membeli perahu ( jungkung) untuk mencari ikan
sampai bercocok tanam.
Karena
sikap baik dan kemampuan lebihnya maka di desa Bogem dia diangkat menjadi Modin
desa. Selain itu dalam melakukan pekerjaan bercocok tanam keluarga ini benar benar
diberkati. Sawahnya luas serta ternaknya banyak, tak pelak maka keluarga ini
menjadi keluarga yang kaya di desanya.
Isterinya
adalah keturunan dari R. Haryo Pecat Tondoterung merupakan salah satu senapati
Majapahit saat abad 16 an dan menjadi bupati di kabupaten Terung ( saat ini
wilayah Krian, Sidoarjo ). Dia bernama Bok Hanafiah ( karan anak, karena nama
putera pertamanya bernama R. Hanafiah Cokrokusumo). Bok Hanafiah setelah
menjadi Kristen berganti nama menjadi ibu Dorkas Cokrokusumo. Adapun putera-puteri
Kyai Mendhung yaitu : R. Hanafiah ( tinggal di Bangkalan), R.A. Kawistah (
Tabitah ), R. Paing ( Karolus Wiryoguno), R. Samodin ( Simson ), R.A. Paulinah,
R. Baren ( Eliso )
Pada suatu ketika Kyai
Mendhung memutuskan menikah lagi dengan seorang wanita tetangga desa Bogem yang
bernama Bok Baren. Tidak lama kemudian Kyai Mendhung meninggal dunia. Dia
dimakamkan di desa Kedungboto, Jatikalang, Krian, Sidoarjo. Masyarakat setempat
menyebut makam tersebut dengan sebutan makam Mbah Demang. Sampai saat ini makam
ini dikeramatkan dan dirawat oleh penduduk desa karena dia dianggap sesepuh
desa.
(bersambung....)
sumber:
(bersambung....)
sumber:
Catatan Sumber
tulisan:
1. Manuskrip, Simsim Mestoko th 1900 : “Sejarah Adegipun Pasamuan Kristen Jawi Mojowarno”
2.
Manuskrip, Simsim Mestoko th 1903: “Babading Pasamuan Ngoro”
3.
Manuskrip, Simsim Mestoko th.
1903 : “Permulaan Orang Kristen Ngoro Menerima tanda Babtis pada tahun 1843”,
4.
Bau Aris R. Karolus Wiryoguno, R. Hadi Wahjono th. 2007
5.
Wawancara dengan saksi yang mengenali pelaku sejarah.
No comments:
Post a Comment