*sambungan dari ....
BAB I
SEKILAS SEJARAH
KELUARGA KAROLUS WIRYOGUNO
B.
R. Paing alias Karolus
Wiryoguno
Karolus Wiryoguno lahir di
Bangkalan pada tahun 1809 dengan nama kecil Paing. Sejak kecil dia telah gemar
dengan ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Hal ini karena pemahaman bahwa
kehormatan manusia akan dimiliki apabila dia memiliki ilmu-ilmu tersebut. Sejak
pindah ke Surabaya dan Sidoarjo, banyak ilmu sesat yang dia kuasai.
Selain kegemarannya terhadap ilmu diapun sangat senang terhadap budaya pada saat itu yaitu wayang purwa. Dia akhirnya berguru menjadi dalang kepada pak Kunto dari desa Karungan ( tetangga desa Bogem ). Karena kesungguhan dan kepandaiannya maka dia berhasil menjadi dalang yang tersohor di Sidoarjo dan surabaya. Nama Paing akhirnya diberi tambahan menjadi Wiryoguno. Dia menikah dengan janda bernama Supinah putri Kyai Sardo
Selain kegemarannya terhadap ilmu diapun sangat senang terhadap budaya pada saat itu yaitu wayang purwa. Dia akhirnya berguru menjadi dalang kepada pak Kunto dari desa Karungan ( tetangga desa Bogem ). Karena kesungguhan dan kepandaiannya maka dia berhasil menjadi dalang yang tersohor di Sidoarjo dan surabaya. Nama Paing akhirnya diberi tambahan menjadi Wiryoguno. Dia menikah dengan janda bernama Supinah putri Kyai Sardo
Penguasaan
ilmu yang selama ini dia miliki tidak membuatnya berhenti mencari dari pelosok
Surabaya sampai dengan pelosok Banyuwangi. Pada suatu ketika dia mendapat
penglihatan bahwa adalah ilmu sejati yang sangat ampuh dan mampu membuat
manusia hidup damai sejahtera dan kuat yaitu ilmu : Musqab Gaib.
Perjalanan dalam mencari ilmu
Musqab Gaib ini membawanya ke Ngoro dan bertemu dengan guru Coolen. Penjelasan
Coolen ini membuat Wiryoguno semakin tertarik mendalami ilmu tersebut yang
tidak lain yaitu ajaran Kristus yang sering disebut Putra Allah oleh orang
Srani ( sebutan orang Nasrani) saat itu.
Sepulang dari
Ngoro, Wiryoguno menjelaskan apa yang diperolehnya kepada sanak keluarganya.
Untuk mendalami ilmu yang dia peroleh ini maka dia menemui Johanes Emde di
kampung Bonangan, Ngagel, Surabaya. Demikian pula keluarga dan kerabat
Wiryoguno di Bogem. Setelah kurang lebih 2 tahun belajar maka dia memutuskan
untuk dibabtis bersama 50 orang keluarganya, Hal ini tentunya bertahap.
Setelah dibabtis
nama Wiryoguno diberi nama babtis yaitu Karolus. Ternyata kehidupan setelah
menjadi pengikut Kristus membuat banyak orang di desanya memusuhi keluarga ini.
Selain itu desakan ekonomi dan jauhnya tempat beribadah membuat Karolus dan
keluarganya mempunyai keinginan memiliki desa sendiri. Adapun daerah yang
menarik perhatiannya yaitu hutan Kracil dekat daerah Ngoro.
Melalui bantuan
pendeta Maher maka keluarga karolus berhasil menerima surat ijin buka hutan
dari residen Surabaya. Selanjutnya rombongan keluarga ini mengantarkan surat
ini kepada ke asisten residen Daendeles di Japan ( Mojokerto) dan Wedana Wirosobo
( Mojoagung ). Dengan diantar kepala desa Miagan bernama Wirogiro dan 2 orang
Jineman ( polisi hutan ), rombongan
Karolus menuju ke pedukuhan yang ada di sekitar hutan
Keracil yang bernama Dagangan. Di sana mereka bertemu dengan
Ditotruno yang telah dia kenal sewaktu di Ngoro sebelumnya. Ternyata Ditotruno telah
diusir karena kesalahannya kepada tuannya.
Manuskrip R. Simsim Mestoko th.
1903 menulis dalam halaman 3-4 : “Permulaan Orang Kristen Ngoro Menerima tanda
Babtis pada tahun 1843”:
“Sesudah kepergian Kyai Yakobis, pangkat
lurah digantikan Ditotruno. Belum lama kemudian dia diusir oleh Coolen, tetapi
bukan Karena babtis, ia berlaku curang ( tidak jujur/ jw. Ngenthit ),
masalahnya waktu disuruh membeli kerbau harga yang dilaporkan lebih dari yang
sebenarnya. Selain dia ada 2 orang lagi yang diusir oleh Coolen karena memiliki
kesalahan lain yaitu Kyai Enos Singotruno dan Kyai Yakup”.
Mereka hidup secara berpindah-pindah ke utara desa Ngoro menuju hutan Bayeman, hutan Gebang Klanthing,
kemudian masuk ke Hutan
Dagangan sekitar akhir 1843 (
selatan hutan Keracil ) dan mereka ikut berdukuh
disitu, bergabung dengan beberapa penduduk yang sudah ada.
Dengan demikian
keluarga Karolus Wiryoguno yang berjumlah 66 orang dewasa dan 21 orang anak – anak saat itu berhenti di hutan
Dagangan. Karolus menyampaikan
maksudnya dan Ditotruno akhirnya bersedia menampung untuk beberapa hari.
sumber: sama seperti pada BAB I bagian A
sumber: sama seperti pada BAB I bagian A
terima kasih ya bagus sekali blognya..
ReplyDeleteini dari keluarga karolus bukan?
Bagus pengungkapan sejarahnya... arti sejatinya tokoh yang membabat alas Mojowarno (Hutan Keracil) adalah Kyai Paing Wiryoguno (Karulus Wiryoguno) dan rombongan keluarganya...bukan Ditutrono.
ReplyDeleteDitotruno hanya menampung rombongan tersebut...dan lalu selanjutnya bergabung dengan Karolus Wiryoguno untuk melanjutkan babat alas Hutan Keracil.
Ini perlu diluruskan, karena sejarah yang beredar sudah diplintir...seolah-olah tokoh utama yang membabat alas Mojowarno (Hutan Keracil) adalah Ditotruno.
Bagus pengungkapan sejarahnya... arti sejatinya tokoh yang membabat alas Mojowarno (Hutan Keracil) adalah Kyai Paing Wiryoguno (Karulus Wiryoguno) dan rombongan keluarganya...bukan Ditutrono.
ReplyDeleteDitotruno hanya menampung rombongan tersebut...dan lalu selanjutnya bergabung dengan Karolus Wiryoguno untuk melanjutkan babat alas Hutan Keracil.
Ini perlu diluruskan, karena sejarah yang beredar sudah diplintir...seolah-olah tokoh utama yang membabat alas Mojowarno (Hutan Keracil) adalah Ditotruno.